Korelasi DAU, DAK, PAD, dan Belanja Daerah

Korelasi antara DAU, DAK, PAD, dan Belanja  Daerah 




Undang-undang No.22/1999 tentang pemerintahan daerah telah mengubah peta politik dalam penataan kewenangan dan kewajiban pemerintah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah mulai dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Kebijakan pemerintah tersebut merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Halim (Hartati, 2009) menjelaskan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah.
Sebagai konsekuensi logis dari desentralisasi daerah, Pemerintah Pusat tidak dapat serta merta melepaskan tanggung jawab secara menyeluruh kepada Pemerintah Daerah. Hal ini mengandung arti bahwa Pemerintah Daerah tidak langsung bisa untuk mandiri. Pada tahun 2004, dikeluarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menggantikan UU No.22 Tahun 1999. Begitu pula UU No.25 Tahun 1999 digantikan oleh UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dengan Daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemda mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan dan lain-lain pendapatan.


SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH


Dana Alokasi Umum (DAU)
  1. Dalam UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah dijelaskan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pemberian dana alokasi umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh pemberian Dana Alokasi Umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh pemberian Dana alokasi umum relatif besar.
  2. Yuwono (Penatari, 2015) menyatakan bahwa DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBD yang dialokasikan kepada daerah, dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Pengalokasian dana tersebut dilakukan melalui skema bagi hasil berdasarkan potensi fiskal dan kebutuhan dari setiap daerah. Adapun tujuan dari pemberian transfer ini adalah untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) antar daerah. 
  3. Menurut Wahyuni dan Supheni (2017) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Namun dalam pengalokasian DAU berdasarkan potensi fiskal dari setiap daerah cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang kurang digali oleh pemerintah daerah.
  4. Abdullah dan Halim (Sidiq, 2016) menyatakan bahwa dana alokasi umum adalah transfer yang bersifat umum dan merupakan unconditional grant dari pemerintah pusat kepemerintah daerah untuk mengatasi ketimpangan horizontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Unconditional grant atau block grants tersebut mengandung arti bahwa Dana Alokasi Umum merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintahan yang tidak dikaitkan dengan program pengeluaran tertentu. Dana tersebut diberikan pemerintah untuk mengatasi masalah horizontal imbalance, yaitu untuk menjamin keseimbangan sumber-sumber alokasi antar unit pemerintah pada tingkat pemerintah yang sama.
  5. Sementara itu menurut Kuncoro (Tampubolon, 2011) Dana Alokasi Umum merupakan block grant yang diberikan kepada semua Kabupaten dan Kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Hal tersebut mengandung arti bahwa daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. 
  6. Lebih lanjut Suparmoko (Mulya dan Bustamam, 2016) menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum adalah sumber keuangan pemerintah daerah yang berasal dari dana alokasi pemerintah pusat yang dulunya dikenal dengan dana subsidi. Hal ini mengandung arti bahwa DAU merupakan jenis transfer pemerintah yang tidak termasuk dalam program pengeluaran tertentu, artinya Dana Alokasi Umum ini dimaksudkan untuk menggantikan transfer berupa subsidi dalam APBN ataupun APBD. 
  7. Dalam PP No.104 Tahun 2000 pasal 15 dijelaskan bahwa dana alokasi umum merupakan bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui transfer untuk membantu keuangan daerah. Jumlah DAU setiap tahun ditentukan berdasarkan keputusan Presiden, dimana setiap Provinsi/kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan diatur secara mendetail dalam peraturan pemerintah yang direalisasikan dalam APBN dan APBD.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke setiap daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK)
  1. Pengertian DAK dijelaskan dalam Undang-Undang No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus dalam pengertian ini merupakan kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan investasi atau prasarana baru, dan kebutuhan yang menjadi komitmen dan prioritas pemerintah.
  2. Menurut Iklas (Ningsih, 2016), Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu mekanisme transfer keuangan pemerintah pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang. Dalam hal ini DAK digunakan untuk menutup kesenjangan pelayanan publik antar daerah dengan memberi prioritas pada sarana dan prasana daerah  dimana besaran DAK tersebut ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
  3. Menurut Hariyanto (2013), Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa DAK akan diberikan kepada daerah apabila daerah menghadapi masalah-masalah yang bersifat khusus. 
  4. Sementara itu menurut Azzahra (2015) Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan kebutuhan khusus pada daerah tersebut, seperti pembangunan jalan di daerah terpencil dan kebutuhan beberapa jenis prasarana lainnya. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya.
  5. Priyo (Gani dan Kristanto, 2013) menjelaskan bahwa belanja daerah pada dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan daerah. Penjelasan tersebut mengandung makna bahwa belanja merupakan variable terikat yang besarannya akan sangat bergantung kepada sumber-sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari sendiri maupun yang berasal dari pemerintah pusat, sehingga dalam pengukurannya jika terdapat hubungan negative antara variable-variabel pendapatan dengan variable belanja maka terdapat ilusi fiskal.
  6. Lebih lanjut Abdullah (Maauliza, 2014), Dana Alokasi Khusus adalah dana yang dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi (otonomi daerah) untuk: a) Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar prioritas nasional, dan b) Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. DAK merupakan dana yang berasal dari APBN, hal ini mengindikasikan bahwa adanya otonomi daerah menyebabkan besaran transfer yang diterima oleh daerah tidak merata tergantung dari kegiatan khusus yang di usulkan oleh setiap daerah.
  7. Menurut Haryanto yang mengutip pendapat Aswandi (Halim, 2001) menyatakan bahwa tujuan dari penggunaan DAK dapat diarahkan pada upaya untuk meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan salah satu isu nasional yang perlu dituntaskan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan utama dari pengalokasian DAK adalah untuk mempercepat proses pembangunan pada daerah-daerah tertentu yang menjadi prioritas nasional.
Dengam demikian dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu untuk kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah otonom dan juga merupakan prioritas nasional untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang.
Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
  1. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 dijelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang dipungut daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD sebagai sumber pendapatan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan.
  2. Menurut Sutrisno (Saputri, 2014) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Sumber-sumber PAD tersebut dapat meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,  serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
  3. Sementara itu menurut Halim (Hartati, 2009), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah untuk setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dalam industrinya dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. 
  4. Sedangkan menurut Elita sebagaimana dikutip oleh Pratiwi (Rahmawati, 2010) Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. lebih lanjut Elita menjelaskan bahwa identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan, dan menetapkan mana sesungguhnya  yang menjadi sumber Pendapatan Asli daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Penjelasan tersebut mengandung arti bahwa pemerintah daerah sebagai pelaksana otonomi daerah perlu meningkatkan pendapatan asli daerahnya sehingga mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat.
  5. Lebih lanjut Bahrul (Amalia, 2015) mengartikan bahwa Pendapatan Asli Daerah sebagai pendapatan daerah yang tergantung pada keadaan perekonomian dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa besarnya PAD yang dipungut oleh setiap daerah besarannya tidak merata, hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi serta sumber-sumber pendapatan lainnya yang dikelola oleh daerah berbeda-beda.
  6. Menurut Septiana (Hartati, 2009) menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah seluruh penerimaan yang masuk ke kas daerah, yang diatur dengan peraturan yang berlaku yang digunakan untuk menutupi pengeluaran daerah. Pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan asli daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.  
  7. Menurut Mardiasmo (Asriati dan Wahidahwati, 2017) Pendapatan Asli Daerah merupakan keseluruhan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang kemudian dipergunakan untuk menutupi segala pengeluaran daerah.  Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pengertian tersebut dapat berasal dari sektor pajak daerah, distribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendapataan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan (sektor pajak daerah, distribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah) yang diperoleh masing-masing daerah yang bersumber dari wilayahnya dan dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di daerah tersebut.
Pengertian Belanja Daerah
  1. Menurut UU No.33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 14, Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah berkaitan dengan konsumsi daerah. Pengeluaran konsumsi tersebut terdiri dari konsumsi pemerintah (government comsumption) dan komsumsi rumah tangga (household comsumption/private comsumption).
  2. Dalam Kepmendagri No.29/2002 disebutkan bahwa Belanja Daerah merupakan semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Pengeluaran tersebut digunakan dalam rangka mendanani pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan  provinsi atau kabupaten/kota berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 
  3. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.21 Tahun 2011 tentang Belanja Daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Istilah belanja pada definisi tersebut mengandung arti bahwa dalam penyusunan laporan realisasi anggaran masih menggunakan basis kas.
  4. Selanjutnya menurut Yuwono (Penatari, 2015), Belanja Daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah dalam satu tahun anggaran serta tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.  Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, dan rincian obyek belanja, yang mana hasil dari belanja tersebut tidak diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. 
  5. Rofiq (Tampubolon, 2011) menyatakan bahwa Belanja Daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminnasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Penyelenggaraan belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan social.
  6. Menurut Kesumadewi dan Rahman (Amalia,2015) belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah yang menjadi beban daerah dalam suatu periode anggaran. Belanja Daerah (BD) berkaitan dengan Konsumsi Daerah. Pengeluaran konsumsi tersebut terdiri dari konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga (household consumption/private consumption).
  7. Menurut Halim (Mentayani dkk, 2012), belanja daerah adalah semua pengeluaran pada suatu periode. APBD terdiri dari tiga komponen yaitu unsur penerimaan, belanja rutin, dan belanja pembangunan. Ketiga komponen tersebut meskipun disusun hampir secara bersamaan akan tetapi proses penyusunannya berbeda karena ketiga komponen tersebut berasal dari lembaga yang berbeda.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja Daerah merupakan kewajiban pemerintah daerah yang mengurangi nilai kekayaan daerah dengan tujuan untuk menyediakan fasilitas publik secara adil dan merata sesuai prioritas daerah dan nasional sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di setiap daerah.

Pengaruh PAD, DAU, DAK, terhadap Belanja Daerah




Dalam banyak literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah dapat dirumuskan dengan rumus sebagai berikut:
Y = C+I+S
Notasi Y dalam rumus di atas adalah merupakan pendapatan dalam penelitian ini yaitu PAD, DAU, dan DAK sedangkan C adalah belanja daerah. Oleh karena itu apabila PAD, DAU, dan DAK naik, maka belanja daerah juga akan mengalami peningkatan. Berikut ini merupakan landasan teori dan penelitian terdahulu yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dalam penelitian ini.

Pengaruh DAU terhadap Belanja Daerah


DAU merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya dan sekaligus dapat menunjukkan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak DAU yang diterima berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat dalam memenuhi belanjanya. Menurut Holtz-Eakin et al dalam Abdullah & Halim (2003) sebagaimana dikutip oleh Setiawan (2010)  menyatakan bahwa terdapat keterikatan sangat erat antara transfer dari Pempus dengan belanja pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santi Rahma Dewi (2017) mengenai flypaper effect, PAD, DAU, DAK terhadap belanja daerah di kabupaten/kota di Indonesia menyimpulkan bahwa DAU mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan belanja daerah, sehingga semakin bertambahnya DAU maka bertambah besar pula pengeluarannya. Hal ini menggambarkan bahwa DAU mempunyai pengaruh terhadap Belanja Daerah.

Pengaruh DAK terhadap Belanja Daerah

DAK merupakan sumber pendapatan yang dialokasikan dari APBN kepada daerah untuk membiayai kebutuhan khusus lain dari alokasi umum, misalnya pembangunan jalan di kawasan terpencil, sarana-prasarana untuk daerah. Semakin banyak DAK yang diterima, berarti daerah tersebut masih tergantung terhadap pemerintah pusat.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh William Gani dan Septian Bayu Kristanto mengenai pengaruh dana alokasi umum dan khusus terhadap belanja daerah pada kabupaten/kota dipulau Sumatera, diperoleh kesimpulan bahwa DAK berpengaruh terhadap besarnya belanja daerah. Hal ini menunjukkan bahwa DAK mempunyai pengaruh terhadap Belanja Daerah.

Pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah


Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya dan sekaligus dapat menujukkan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin besar PAD, berarti semakin besar daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri, tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat. Friedman dalam  Halim sebagaimana dikutip oleh Setiawan (2010) menyatakan bahwa kenaikan dalam pajak akan meningkatkan belanja daerah, sehingga akhirnya akan memperbesar defisit.
Dalam beberapa penelitian, hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah mempengaruhi anggaran belanja Pemerintah daerah disebut dengan tax-spend hypotesis. Hipotesis ini mengandung makna bahwa kebijakan Pemerintah Daerah dalam menganggarkan belanja daerah disesuaikan dengan pendapatan daerah yang diterima.
Sementara itu berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Henni Indriyani dkk (2016) yang meneliti mengenai flypaper effect, dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah provinsi di Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini menggambarkan bahwa PAD mempunyai pengaruh terhadap Belanja Daerah.






DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Fitri. 2015. Analisis flypaper effect pada Belanja Daerah kabupaten dan
kota di provinsi Banten. Volume 11, Nomor 1. Diambil dari jurnal.ut.ac.id/index.php/JOM/article/download. Di akses tanggal 19 April 2018
  
Azzahra, A. 2015. Pengaruh pandapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum
(DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH) terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa timur tahun 2011-2012. Thesis elektronik. Diakses dari: http://etheses.uin-malang.ac.id/2143/. Pada tanggal 30 April 2018
  
Gani, William dan Kristanto, Septian Bayu. 2013. Pengaruh Dana Alokasin
Umum dan khusus terhadap Belanja Daerah kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Volume 9 No. 2.

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta. Salemba Empat.

Hariyanto, Sugeng. 2013. Analisis pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap
belanja modal dan belanja barang dan jasa kota dan kabupaten diprovinsi  Jawa Timur tahun 2006-2012. Volume 9, Nomor 2. Diambil dari http://www.researchgate.net/publication/301816128. Diakses tanggal 30 April 2018.

Hartati. 2009. Flypaper effect pada dana alokasi umum dan pendapatan asli
daerah terhadap belanja daerah serta dampaknya terhadap kinerja keuangan pada kabupaten/kota di provinsi jawa tengah. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Diambil dari https://digilib.uns.ac.id/. Pada tanggal 30 April 2018. 

Kepmendagri No.29/2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Mauliza, Rosi. 2014. Pengaruh dana perimbangan dan produk domestik regional
bruto (PDRB) terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di kabupaten Nagan Raya. Skripsi. Diakses dari: repository.utu.ac.id/609/1/BAB%20I_V.pdf. pada tanggal 30 April 2018.

Mulya, rahmatul dan bustamam. 2016. Pengaruh flypaper effect pada Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi di kota Banda Aceh (studi empiris pada pemerintah kota Banda Aceh tahun 2008-2014. Volume 1, Nomor 2. Diambil dari https://media.neliti.com/media/publications, tanggal 19 April 2018.

Ningsih. 2016.  Pengaruh pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) terhadap belanja modal (studi pada kabupaten/kota diprovinsi jawa barat tahun 2012-2014). Skripsi. Diambil dari: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/14425. Pada tanggal 30 April 2018.
  
Penatari, Resi Intan. 2015. Pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus,
dan pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah (studi empiris pada kabupaten/kota wilayah Jawa tengah tahun 2012-2014. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diambil dari: http:///www.researchgate.net/publication/301816128. Diakses pada tanggal 18 Juli 2018.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua
atas peraturan menteri dalam negeri no 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Diambil dari https://bapenda.jabarprov.go.id. Diakses pada tanggal 30 April 2018
Rahmawati, Nur Indah. 2010. Pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) dan dana
alokasi Umum (DAU) terhadap belnaj daerah (studi pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa tengah). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Diambil dari: http://eprints.undip.ac.id/22587/1/SKRIPSI_-_NUR_INDAH_RAHMAWATI.PDF.
  
Saputri, Marissa Ayu. 2014. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011-2012. Skripsi. Semarang: universitas Diponegoro. Di ambil dari: eprints.undip.ac.id/42851/1/SAPUTRI.pdf. diakses tanggal 30 April 2018.
  
Sidiq, Muhammad. 2016. Analisis flypaper effect berdasarkan indeks kemampuan
keuaangan (IKK) pada kabupaten dan kota di indonesia. Tesis. Diambil dari http://digilib.unila.ac.id. Di akses tanggal 18 April 2018.

Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah. 2005. Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Bandung: CV Pustaka Setia.

Tampubolon, Leonard P. 2011. Fenomena flypaper effect pada belanja daerah
pemerintahan kabupaten/kota di provinsi Riau. Skripsi. Diambil dari: https://id.123dok.com//document/7qvl1xdy-fenomena-flypaper-effect-pada-belanja-daerah-pemerintahan-kabupaten-kota-di-propinsi-riau.html. Pada tanggal 30 April 2018.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Diambil dari www.bplp.go.id. Diakses tanggal 19 April 2018

Undang-undang republik indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

 Undang-Undang No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Undang-Undang No. 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah.

Wahyuni, Susanti Eka & Supheni, Indrian. 2017. Flyapaper effect Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja pemerintah daerah kabupaten Nganjuk periode 2012-2016. Volume 1, nomor 2. Diambil dari http://download.portalgaruda.org/article. Di akses tanggal 18 April 2018.


Comments